Kelas Ibu Hamil
dr. Mahlil Ruby saat menjadi narasumber dalam acara Penguatan Dinas Kesehatan Dalam Pelayanan KIA Tulungagung di ruang pertemuan PKK Kabupaten Tulungagung, |
Kelas bukanlah ruang penyuluhan, melainkan ruang untuk belajar. Meski mirip, antara penyuluhan dan belajar, jelas beda. Demikian pula dengan Kelas Ibu Hamil (Bumil). “Tetapi selama ini kelas Bumil banyak dipakai sebagai kelas lempar balik, namanya penyuluhan mikro, bukannya sebagai kelas yang namanya peer learning, belajar bersama,” ungkap dr. Mahlil Ruby saat menjadi narasumber dalam acara Penguatan Dinas Kesehatan Dalam Pelayanan KIA Tulungagung di ruang pertemuan PKK Kabupaten Tulungagung, Kamis, 11/9.
Menurut Mahlil, Kelas Bumil idealnya
menjadi ruang belajar bersama dimana para peserta kelas lebih aktif
ketimbang fasilitatornya. Selama ini yang paling aktif adalah
fasilitatornya yang banyak memberi informasi kepada para peserta.
Memang dalam Kelas Bumil, fasilitator
melakukan penyuluhan, tetapi hanya sebatas merangsang para peserta
menemukan sendiri jawaban dari beberapa persoalan berdasarkan pengalaman
mereka. Bukan ujug-ujug dalam kelas itu fasilitator menunjukkan
jawaban, misalnya terkait jenis makanan sehat bagi ibu hamil.
“Fasilitator sebatas merangsang suasana
kelas menjadi dinamis, misalnya melontar pertanyaan kepada peserta, apa
makanan sehat menurut mereka. Dapat saja jawabannta gethuk, katu, dan
sebagainya. Tugas fasilitator mencatat dan menyimpulkan jawaban mereka,”
kata Mahlil.
Jika muncul persoalan ibu hamil yang
perlu jawaban detil terkait kehamilan, ada yang namanya Temu Wicara. Dan
itu, menurut Mahlil, sudah lain lagi kaitannya. Dalam Temu Wicara
fasilitator memberikan informasi yang benar terhadap kondisi yang ada,
jadi bukannya memberi informasi di Kelas Bumil.
Selama ini Kelas Ibu Hamil juga tidak
menghadirkan peserta yang telah lulus Kelas Bumil. “Kelas Bumil adalah
peer learning. Ibu yang sedang hamil perlu belajar pada orang yang sudah
selesai kehamilannya. Biar mereka saling belajar. Misalnya bagaimana
melakukan IMD. Mungkin beberapa peserta yang belum pernah hamil tidak
mengerti jawabannya. Tetapi dengan menghadirkan peserta yang sudah lulus
kelas Bumil, akan terjadi interaksi antara mereka. Tugas pemberi
layanan adalah memfasilitasi saja,” tegas Mahlil kembali.
Tugas lain dari fasilitator adalah
memaparkan segala hak para ibu hamil misalnya terkait ASI. “Dalam Kelas
Bumil akan teridentifikasi jika di rumah para peserta terdapat suami
atau orang tua yang tidak mendukung ASI.”
Terkait siapa sebenarnya yang lebih
bertanggungjawab dalam pelaksanaan Kelas Bumil, Mahlil menyampaikan
selama ini Kelas Bumil seolah-olah menjadi tanggungjawab penuh
Puskesmas. Padahal sesungguhnya Desa-lah yang lebih bertanggungjawab.
“Yang lebih penting dilatih kader menjadi fasilitator. Biarkan Desa
mengembangkan dan membangun sendiri dengan uang ADD mereka atau dengan
uang Posyandu.”
Menanggapi hal tersebut, Suhartatik dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung menyampaikan bahwa sejak 2013
Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung telah melaksanakan Kelas Bumil
disemua Desa, hanya masih menggunakan dana BOK. Karenanya, Tatik
berharap untuk kesinambungan program harus ada yang mengadvokasi pihak
Desa untuk membantu kegiatan kelas Bumil melalui ADD. “Diharapkan LPA
atau MSF dapat membantu kegiatan kelas Bumil.”
Sementara itu, Winny Isnaeni dari LPA
menyampaikan dari 3 Puskesmas model program kesehatan Kinerja-USAID di
Tulungagung —Kauman, Beji, Ngunut— belum lama ini menghadirkan semua
Sekdes dan penanggungjawab ADD dalam rangka membahas kelangsungan
program kesehatan ibu dan anak. “Semoga Januari 2015 mereka sudah mulai
menganggarkan biaya kelas Bumil di desa masing-masing.” (Siwi Sang /
Jurnalis Warga Tulungagung)
SUMBER:
Kelas Ibu Hamil
Reviewed by Unknown
on
October 09, 2016
Rating:
Post a Comment